Korupsi: Etika & Religiusitas

Sekilas Mengenai Korupsi
Korupsi adalah kata yang sangat akrab ditelinga masyarakat tak terkecuali masyarakat Indonesia. Hampir setiap hari kita mendengar kata “korupsi”, baik itu kita dengar secara langsung melalui pembicaraan orang (bahkan tak jarang kita sendiri yang memperbincangkannya) maupun yang kita dengar melalui media baik itu media elektronik, media cetak, maupun media online. Menurut Wikipedia, korupsi didefinisikan sebagai tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Definisi lain dari korupsi adalah perilaku menyimpang para pegawai pamong praja untuk memperoleh beberapa hal yang secara sosial dan atau menurut hukum dilarang (Quah, dalam Suwitri, 2005).

Masyarakat Transparansi Indonesia (Media Otonomi, dalam Suwitri, 2005) memberikan suatu penajaman mengenai suatu aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai tindak korupsi, yaitu :

1.Melibatkan lebih dari satu orang.
2.Tidak berlaku hanya di kalangan pegawai negeri atau anggota birokrasi negara, tapi juga terjadi di organisasi usaha swasta.
3.Dapat berbentuk menerima sogok, uang kopi, salam tempel, uang semir, uang pelancar, baik dalam bentuk uang tunai atau benda atau
4.Wanita.
5.Umumnya serba rahasia kecuali sudah membudaya.
6.Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbale balik yang tidak selalu berupa uang.
7.Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan public atau masyarakat umum.
8.Setiap perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat.
9.Di bidang swasta, korupsi dapat berbentuk menerima pembayaran uang, dan sebagainya, untuk membuka rahasia perusahaan tempat orang bekerja, mengambil komisi yang seharusnya hak perusahaan.

Bentuk atau modus korupsi adalah cara-cara bagaimana korupsi itu dilakukan Dapat berupa : Pemerasan Pajak, Manipulasi Tanah, Jalur Cepat Pembuatan KTP, SIM Jalur Cepat, Mark up Budget/Anggaran, Proses Tender, Penyelewengan dalam penyelesaian.

Pernyataan di atas seirama dengan Quah yang mengungkapkan bentuk aktivitas yang termasuk di dalam tindak korupsi adalah penyuapan, nepotisme, penggunaan danadana atau properti publik yang tidak semestinya, ketidakwajaran dalam pemberian lisensi, dan terlalu rendahnya penaksiran pembayaran pajak untuk tujuan-tujuan yang tidak semestinya. Korupsi hanya dapat diatasi dengan reformasi administrasi. Sebagaimana Quah mengatakan, bahwa reformasi administrasi merupakan ukuran terpenting dan paling efektif yang digunakan pemerintah untuk mengatasi masalah korupsi birokrasi. Hal ini perlu dilakukan karena korupsi birokrasi merupakan hambatan paling serius dan memalukan dalam pembangunan nasional di semua negara berkembang (Caiden, dalam Suwitri, 2005).

Menurut Wikipeidia, dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

·perbuatan melawan hukum
·penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana
·memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
·merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya adalah memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan), penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

sumber: koranfakta.net


Korupsi di Indonesia
Belakangan ini publik tanah air sering disuguhi berita tentang tertangkapnya tokoh-tokoh penting oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat tersangkut kasus korupsi. Mulai dari kepala daerah, petinggi partai politik, menteri, hingga ketua mahkamah konstitusi terjerat kasus korupsi. Menurut data survey dari Transparency International (TI), pada tahun 2005 Indonesia merupakan negara yang berada diposisi ke-6 negara terkorup di dunia. Pada Tahun 2013, peringkatnya turun ke peringkat 64 dengan DKI Jakarta sebagai provinsi paling korup. Kendati demikian, angka ini masih jauh bila dibandingkan dengan negara asia tenggara lainnya yang juga tetangga Indonesia, yaitu Singapura dan Malaysia. Singapura menduduki peringkat 173 negara paling korup atau posisi ke-5 negara paling bersih. Sedangkan Malaysia menduduki peringkat 125 negara paling korup atau posisi ke-52 negara paling bersih. Transparency International merupakan lembaga Anti-korupsi International yang berdiri sejak 1995. Setiap tahun, TI mengeluarkan indeks peringkat korupsi negara-negara di dunia. Indeks berdasarkan gabungan dari 13 indeks data korupsi dari lembaga independen kredibel.

Dalam jurnalnya yang berjudul “Pemberantasan Korupsi di Indonesia: Sebuah Upaya Reformasi Birokrasi”, Sri Suwitri mengatakan bahwa di Indonesia sendiri, ada bermacam-macam cara yang dilakukan para koruptor dalam menggerogoti uang negara. Modus yang biasa dilakukan adalah praktek penggelapan, praktek penggelapan pembuatan aturan yang menguntungkan pihak tertentu, dan markup proyek. Ketiga kasus tersebut yang paling banyak terjadi diikuti kasus-kasus lain yaitu : penyunatan, penyuapan, manipulasi data/dokumen, pelanggaran prosedur, penunjukkan langsung tanpa melalui tender atau lelang, lain-lain bentuk termasuk kolusi antara eksekutif dan legislatif, serta mengubah spesifikasi barang. Modus lainnya adalah pembuatan aturan. Modus ini terjadi dengan melibatkan DPRD dengan sub modus yang digunakan adalah penggelembungan (mark-up), penggandaan (redudant), pos penerimaan yang dititipkan pada anggaran eksekutif, dan pos anggaran aneh-anah yang tidak ada dalam PP No 110 Tahun 2000. Modus korupsi di kalangan Dewan terhadap dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang marak terjadi di berbagai daerah di Indonesia, merupakan modus korupsi yang dilegalisasi. Disebut dilegalisasi karena penilepan uang negara tersebut disahkan melalui mekanisme pengambilan keputusan di DPRD yang seharusnya menjadi lembaga pengawas penggunaan dana APBD.


Ada banyak faktor yang menyebabkan timbulnya korupsi khususnya dikalangan pejabat, antara lain: mahalnya biaya yang dikeluarkan pejabat yang bersangkutan saat masa kampanye (contoh: pemilukada), adanya proyek-proyek yang melibatkan uang rakyat yang jumlahnya besar, lemahnya penegakan hukum, gaji pegawai pemerintah yang dirasa kecil.

sumber: thecrowdvoice.com

Upaya Pemberantasan Korupsi
Quah (1992) mengemukakan tiga model pemberantasan korupsi sebagai upaya reformasi birokrasi yang telah dipraktekkan di beberapa negara dan berhasil mengurangi korupsi di negaranegara
tersebut, yaitu:

1.Anti-Corruption Legislation with no Independent Agency. Dipraktekkan di Mongolia.
2.Anti-Corruption Legislation with Several Agencies. Model ini dipraktekkan di India dan Philipina.
3.Anti-Corruption Legislation with an Independent Agency. Model ini diterapkan di Singapore dan Hongkong.

Ketiga model Quah tersebut dapat membantu pemerintahan tersebut untuk memberantas korupsi. Namun diantara ketiga model, model ketigalah yang paling efektif memberantas korupsi. Keberhasilan Quah dalam membantu pemerintah Singapore dan Hongkong telah diteliti oleh Volg dkk. Volg dan kawan-kawan bahkan merekomendasikan model Hongkong sebagai “Hongkong SAR as a Model.” (Pope, Jeremy and Frank Volg, 2000).

Keistimewaan Model Hongkong terletak pada prinsip independensi dan profesionalitas lembaga anti korupsi yaitu Independent Commision Against Corruption (ICAC). Staff di ICAC cukup banyak dengan gaji yang tinggi untuk menjamin profesionalitas mereka. (Volg, ibid). Model ini ditiru di Indonesia dengan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun demikian, metode surat pengaduan kasus korupsi yang digunakan KPK masih memiliki kelemahan, yaitu daerah-daerah yang bermasyarakat pasif dan apatis atau dibawah ancaman dan ketakutan, maka tidak mau mengirim surat pengaduan. Kondisi dengan sedikitnya surat pengaduan tidak selalu berarti disebabkan sedikitnya kasus korupsi (Suwitri, 2005).

sumber: berita2bahasa.com

Berantas Mulai dari Diri Sendiri (Etika dan Religiusitas Anti Korupsi)
Cukup banyak peraturan perundang-undangan di Indonesia dibuat sebagai upaya memberantas korupsi. Hal tersebut merupakan wujud keinginan pemerintah Indonesia untuk memberantas korupsi, namun masih terdapat celah-celah hukum yang dapat disalahgunakan koruptor untuk dapat lolos dari jerat hukum. Memberantas korupsi yang hanya mengandalkan KPK, Kepolisian, dan lembaga-lembaga lainnya tentu sangat sulit mengingat masing-masing lembaga tadi memiliki keterbatasan. Harus ada sinergi berbagai pihak untuk mengawasi, melaporkan, dan memberantas korupsi. Memberantas korupsi juga dapat dimulai dari diri sendiri.

Dalam kehidupan sehari-hari mungkin tanpa kita sadari kita pernah melakukan korupsi. Banyak hal-hal kecil yang sering kita remehkan ternyata termasuk dalam korupsi, meskipun itu tergolong “korupsi kecil”. Sebagai contoh, siswa atau mahasiswa mencontek pada saat ujian, seorang pegawai menggunakan fasilitas kantor untuk keperluan pribadinya. Misalnya, meminjam kendaraan kantor atau memakai fasilitas telepon kantor  untuk keperluan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan (kepentingan pribadi), main game dengan menggunakan komputer kantor disela-sela jam kerja. Hal-hal seperti itu juga bisa dikatakan sebagai korupsi yang jarang disadari. Contoh lain adalah saat mengurus surat-surat tertentu di kantor pelayanan publik yang dapat dikatakan “lewat jalur belakang” agar tidak memakan banyak tenaga dan waktu (tanpa melewati prosedur yang benar), bahkan juga ada yang ingin melamar kerja di perusahaan tertentu yang memanfaatkan bantuan dari “orang dalam”.
sumber: afnanmasruri.blogspot.com

Barangkali, para koruptor yang telah tertangkap KPK tersebut memulai korupsi miliaran dari korupsi kecil-kecilan. Oleh karena itu perlu ditanamkan pada masyarakat kesadaran agar mau memulai pemberantasan korupsi mulai dari diri sendiri. Khususnya kesadaran akan etika dan religiusitas.

Etika atau sering disebut etik berasal dari kata Yunani “ethos” yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik.  Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat mendefinisikan etika sebagai teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etika didefinisikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral; nilai mengenai benar dan salah; yang dianut suatu golongan masyarakat. Orang tidak beretika tidak memiliki moral yang kuat dan cenderung melakukan hal-hal yang keliru atau tidak etis, termasuk melakukan korupsi. Orang yang bermoralpun, namun tidak mampu menunjung tinggi hati nurani, dapat terpengaruh menjadi “jahat” karena struktur dan kebudayaan organisasi mengizinkan atau mendorong praktek yang tidak etis. Oleh karenanya diperlukan sisi religius yang kuat dari orang tersebut. Religi atau agama menunjuk pada aspek formal yang berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban. religiusitas menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati oleh individu di dalam hati (Mangunwijaya). Religiusitas seringkali diidentikkan dengan keberagamaan. Religiusitas diartikan sebagai seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Dengan kata lain religiusitas adalah kedalaman penghayatan keagamaan masing-masing orang dan keyakinannya terhadap adanya tuhan yang diwujudkan dengan mematuhi perintah dan menjauhi larangan dengan kaiklasan hati dan dengan seluruh jiwa dan raga.

Etika dan religiusitas di pengaruhi banyak factor, salah satunya adalah lingkungan keluarga. Oleh karenanya agar membentuk etika dan religiusitas anti korupsi harus dimulai dari lingkungan terkecil seperti keluarga. Ajarkan anak-anak akan etika sehingga mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Ajarkan pula mereka nilai-nilai agama agar mengetahui mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak patut untuk dilakukan. Semakin tinggi iman seseorang bisa ditandai dengan semakin seringnya ia bersyukur dan semakin tinggi pula kadar malunya. Seseorang dengan iman yang kuat akan takut kepada Tuhan dan malu pada masyarakat luas jika ia berbuat dosa. Tidak ada satu pun agama yang mengajarkan umatnya untuk mencuri. Dalam hal ini korupsi jelas dikatakan sebagai perbuatan dosa karena termasuk mencuri dan mengambil yang bukan menjadi haknya. Ajak diri kita sendiri, keluarga, dan orang-orang terdekat kita untuk selalu jujur, amanah, bertanggung jawab, dan menjunjung tinggi etika apapun profesinya. Jadilah orang yang pandai bersyukur dengan apa yang telah diberikan Tuhan agar terhindar dari sikap tamak yang akhirnya menjurus pada tindakan korupsi.

sumber: manoflatters.blogspot.com

Mulailah memberangus korupsi mulai dari diri sendiri. Tanamkan kesadaran akan nilai-nilai etika dan religiusitas anti korupsi pada diri sendiri serta dilingkungan keluarga kita. Biasakanlah diri kita masing-masing agar tidak melakukan korupsi sekecil apapun itu, karena korupsi yang besar kemungkinan dimulai dari tingkat korupsi yang lebih kecil terlebih dahulu. Awasi lingkungan sekitar kita, lingkungan tempat tinggal, tempat kerja, dan lainnnya. Laporkan jika terdapat tindakan korupsi. Hukum seberat-beratnya para koruptor agar menimbulkan efek jera. Selama ini hukuman kurungan dan denda bagi para koruptor seakan terasa tidak sebanding dengan kerugian negara dan kerusakan moral yang ditimbulkan. Perlu dipelajari lagi usulan dari Dahlan Iskan beberapa waktu lalu, yang mengusulkan bahwa koruptor harus ditindak tegas, tidak hanya dipenjarakan tapi juga harus dimiskinkan dengan jeratan hukum perdata.  Marilah kita bahu-membahu mendukung lembaga pemberantas korupsi seperti KPK agar korupsi dapat ditekan dan dihilangkan dari negera tercinta ini. Agar dana yang berasal dari uang rakyat dapat tepat sasaran kembali untuk kepentingan rakyat sendiri yaitu untuk membangun sarana pendidikan, kesehatan, dan membangun kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia dari pada harus jatuh ke kantong-kantong para pencuri berdasi.

sumber: muhammmadgaddafi.blogspot.com


Sumber:

Suwitri, Sri. 2005. Pemberantasan Korupsi di Indonesia: Sebuah Upaya Reformasi Birokrasi. http://www.globethics.net/web/ge/library/overall search?p_auth=FVe286zJ&p_p_id=generic_search_list_portlet_WAR_digitallibraryspring25portlet&p_p_lifecycle=1&p_p_state=normal&p_p_mode=view&p_p_col_id=column-2&p_p_col_count=1&_generic_search_list_portlet_WAR_digitallibraryspring25portlet_action=select&function=showPDF&selectedDocId=globethics:4017528&preSelectedDocUrl=http%3A%2F%2Feprints.undip.ac.id%2F4370%2F1%2FArtikel_Witri.pdf






Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Judul: Korupsi: Etika & Religiusitas
Ditulis Oleh Alfiandi's Blog
Jika mengutip harap mencantumkan sumber dan memberikan link menuju ke artikel Korupsi: Etika & Religiusitas ini. Segala bentuk pelanggaran hak cipta akan dilaporkan ke DMCA Takedown. Komentar yang tidak sopan dan tidak berhubungan dengan topik seperti promosi, jualan, dsb tidak akan dipublikasikan. Terima kasih atas perhatiannya. Happy Blogging :)
Previous
Next Post »
Thanks for your comment